Pages

Rabu, 31 Juli 2013

10 Phobia Yang Banyak Ditakuti




Fobia (phobia) adalah rasa ketakutan yang berlebihan pada sesuatu hal atau fenomena. Fobia bisa dikatakan dapat menghambat kehidupan orang yang mengidapnya. Bagi sebagian orang, perasaan takut seorang pengidap Fobia sulit dimengerti. Itu sebabnya, pengidap tersebut sering dijadikan bulan bulanan oleh teman sekitarnya.
http://www.leinsterhypnotherapyclinic.ie/images/social-phobia-dublin-hypnos.jpg

Ada perbedaan "bahasa" antara pengamat fobia dengan seorang pengidap fobia. Pengamat fobia menggunakan bahasa logika sementara seorang pengidap fobia biasanya menggunakan bahasa rasa. Bagi pengamat dirasa lucu jika seseorang berbadan besar, takut dengan hewan kecil seperti kecoak atau tikus. Sementara dibayangan mental seorang pengidap fobia subjek tersebut menjadi benda yang sangat besar, berwarna, sangat menjijikkan ataupun menakutkan.

Ada 10 jenis objek yang paling sering ditakuti oleh manusia di muka bumi ini, Berikut bahasannya:
1. Takut ular

Ini merupakan jenis phobia yang paling sering dijumpai. Ketakutan secara berlebihan pada ular dikaitkan pada kemampuan nenek moyang kita bertahan di alam liar. Ular sejak dulu dianggap hewan berbisa, menjijikkan, dari masa ke masa. Bahkan juga diidentikkan dengan setan oleh keyakinan tertentu. Ternyata phobia akan ular ini bersifat evolusioner, diturunkan oleh nenek moyang manusia sejak zaman dulu sampai sekarag.

2. Takut laba-laba

Ditemukan bahwa kaum perempuan empat kali lipat lebih banyak jumlahnya yang takut atau jijik pada laba-laba daripada kaum lelaki. Pada studi yang dipublikasikan di jurnal Evolution and Human Behavior, David Rakison dari Carnegie Mellon University di Pittsburgh mengatakan bahwa bayi perempuan usia 11 bulan mampu mengekspresikan ketakutan begitu melihat gambar laba0laba dan ular, sedangkan bayi lelaki tidak. Teori evolusi mengatakan bahwa hal itu wajar, sebab kaum perempuan sering bersua laba-laba di rumah, atau saat mereka menyiapkan makanan di dapur. Sedangkan kaum lelaki cenderung diajarkan untuk berani pada hewan tersebut ketika berada di alam liar.

3. Takut ruangan tertutup

Dikenal juga dengan nama agoraphobia, ketakutan ini diderita oleh 1,8 juta orang Amerika berusia dewasa, demikian menurut laporan National Institute of Mental Health pada tahun 2008. Tempat tertutup yang dianggap sulit untuk mereka melarikan diri atau keluar merupakan obyek yang paling ditakuti. Biasanya mereka takut pada elevator/lift, ruang olah raga tertutup, jembatan, kendaraan transportasi umum, mobil, mall, bahkan juga pesawat. Penderita biasanya malas bepergian atau berada di dalam mobil terlalu lama.

4. Takut pada orang lain

Pernah bertemu orang yang mukanya memerah saat bicara di depan orang banyak? Berkeringat, susah bicara atau gagap atau bahkan sampai sakit perut? Itulah ciri-ciri orang yang takut pada orang lain atau dikenal dengan nama sosialphobia. Sebanyak 15 juta orang Amerika dewasa menderitanya, demikian menurut National Institute of Mental Health. Yang parah, kadang bukan saat melakukan pembicaraan di depan umum saja. Penderita sosialphobia juga kerap kesulitan makan atau minum di depan orang banyak. Gejalanya baru terlihat setelah memasuki usia puber.

5. Takut ketinggian

Ini adalah jenis phobia yang juga lumayan banyak penderitanya. Diperkirakan sebagnyak 3-5% dari seluruh populasi dunia menderita akrophobia, takut berada di tempat tinggi. Pada riset yang pernah dilakukan, penderita akrophobia merasa semua tempat tinggi berjarak lebih tinggi dari yang sesungguhnya. Misalnya tinggi sebenarnya hanya 3 meter, maka di mata penderita akrophobia, mereka seperti melihat obyek yang tingginya 6 meter.

6. Takut kegelapan

Takut pada kegelapan yang diderita anak-anak ternyata adalah phobia paling umum juga. “Anak-anak mempercayai imajinasinya bahwa di kegelapan bisa mendadak muncul hanti, penculik, atau perampok,” jelas Thomas Ollendick, profesor psikologi dan direktur Child Study Center di Virginia Tech. Secara normal, ketakutan ini akan hilang seiring dengan bertambahnya usia. Namun jika hingga usia dewasa kita masih menderita ketakutan pada gelap, maka artinya kita menderita nyctophobia.

7. Takut kilat dan halilintar

Bagi para penderita phobia ini, suara halilintar dan kilat akan terasa seperti menghentak jantung, bahkan membuat mereka berkeringat. Penderita yang parah bahkan sampai memutuskan pindah ke daerah yang aman dari petir dan kilat., demikian kata John Westefeld, ilmuwan dari University of Iowa. Westefeld melaporkan, dari surveinya terhadap mahasiswa di tahun 2006, sebanyak 73% menderita ketakutan ringan pada cuaca. Namun kebanyakan mereka malu untuk mengakuinya. Bagi mereka yang phobia pada kilat dan halilintar, ada baiknya mulai melatih rasa panik dan kecemasan.

8. Takut terbang

Jangan dikira mereka ini orang udik yang belum pernah naik pesawat, sebab faktanya sebanyak 25 juta warga Amerika juga menderita phobia ini. Nama penyakitnya adalah aviophobia, dimana seseorang sangat takut naik pesawat. Bisa jadi memang sudah sejak lahir begitu, atau ada yang pernah mengalami kecelakaan pesawat sehingga merasa trauma naik pesawat lagi, sebab peristiwa mengerikan itu terus terbayang.

9. Takut Anjing

Tidak usah harus anjing besar jenis doberman, anjing yang imut macam pudel pun ditakuti. Penderita cynophobia ini mengalami rasa takut digigit anjing, bisa jadi memang pernah digigit atau melihat orang lain digigit anjing, demikian menurut profesor psikologi Brad Schmidt dari Ohio State University.

10. Takut Dokter Gigi

Bukan cuma anak kecil lho yang takut ke dokter gigi, orang dewasa juga ada. Sebanyak 9-20 oersen orang Amerika ternyata menghindari memeriksakan giginya ke dokter walau sudah dalam kondisi parah sekalipun. Rasa takut ini lebih disebabkan oleh rasa nyeri yang timbul ketika plak gigi dibersihkan, dan memang tidak semua orang bisa menahannya.

Pidato Wisudawan Terbaik, Memukau tetapi Sekaligus “Menakutkan”

            Setiap acara wisuda di kampus ITB selalu ada pidato sambutan dari salah seorang wisudawan. Biasanya yang terpilih memberikan pidato sambutan adalah pribadi yang unik, tetapi tidak selalu yang mempunyai IPK terbaik. Sepanjang yang saya pernah ikuti, isi pidatonya kebanyakan tidak terlalu istimewa, paling-paling isinya kenangan memorabilia selama menimba ilmu di kampus ITB, kehidupan mahasiswa selama kuliah, pesan-pesan, dan ucapan terima kasih kepada dosen dan teman-teman civitas academica.
Namun, yang saya tulis dalam posting-an ini bukan pidato wisudawan ITB, tetapi wisudawan di Amerika. Beberapa hari yang lalu saya menerima kiriman surel dari teman di milis dosen yang isinya cuplikan pidato Erica Goldson pada acara wisuda di Coxsackie-Athens High School, New York, tahun 2010. Erica Goldson adalah wisudawan yang lulus dengan nilai terbaik pada tahun itu. Isi pidatonya sangat menarik dan menurut saya sangat memukau. Namun, setelah saya membacanya, ada rasa keprihatinan yang muncul (nanti saya jelaskan).Cuplikan pidato ini dikutip dari tulisan di blog berikut: http://pohonbodhi.blogspot.com/2010/09/you-are-either-with-me-or-against-me.html

“Saya lulus. Seharusnya saya menganggapnya sebagai sebuah pengalaman yang menyenangkan, terutama karena saya adalah lulusan terbaik di kelas saya. Namun, setelah direnungkan, saya tidak bisa mengatakan kalau saya memang lebih pintar dibandingkan dengan teman-teman saya. Yang bisa saya katakan adalah kalau saya memang adalah yang terbaik dalam melakukan apa yang diperintahkan kepada saya dan juga dalam hal mengikuti sistem yang ada.
Di sini saya berdiri, dan seharusnya bangga bahwa saya telah selesai mengikuti periode indoktrinasi ini. Saya akan pergi musim dingin ini dan menuju tahap berikut yang diharapkan kepada saya, setelah mendapatkan sebuah dokumen kertas yang mensertifikasikan bahwa saya telah sanggup bekerja.
Tetapi saya adalah seorang manusia, seorang pemikir, pencari pengalaman hidup – bukan pekerja. Pekerja adalah orang yang terjebak dalam pengulangan, seorang budak di dalam sistem yang mengurung dirinya. Sekarang, saya telah berhasil menunjukkan kalau saya adalah budak terpintar. Saya melakukan apa yang disuruh kepadaku secara ekstrim baik. Di saat orang lain duduk melamun di kelas dan kemudian menjadi seniman yang hebat, saya duduk di dalam kelas rajin membuat catatan dan menjadi pengikut ujian yang terhebat.
Saat anak-anak lain masuk ke kelas lupa mengerjakan PR mereka karena asyik membaca hobi-hobi mereka, saya sendiri tidak pernah lalai mengerjakan PR saya. Saat yang lain menciptakan musik dan lirik, saya justru mengambil ekstra SKS, walaupun saya tidak membutuhkan itu. Jadi, saya penasaran, apakah benar saya ingin menjadi lulusan terbaik? Tentu, saya pantas menerimanya, saya telah bekerja keras untuk mendapatkannya, tetapi apa yang akan saya terima nantinya? Saat saya meninggalkan institusi pendidikan, akankah saya menjadi sukses atau saya akan tersesat dalam kehidupan saya?
Saya tidak tahu apa yang saya inginkan dalam hidup ini. Saya tidak memiliki hobi, karena semua mata pelajaran hanyalah sebuah pekerjaan untuk belajar, dan saya lulus dengan nilai terbaik di setiap subjek hanya demi untuk lulus, bukan untuk belajar. Dan jujur saja, sekarang saya mulai ketakutan…….”




Hmmm… setelah membaca pidato wisudawan terbaik tadi, apa kesan anda? Menurut saya pidatonya adalah sebuah ungkapan yang jujur, tetapi menurut saya kejujuran yang “menakutkan”. Menakutkan karena selama sekolah dia hanya mengejar nilai tinggi, tetapi dia meninggalkan kesempatan untuk mengembangkan dirinya dalam bidang lain, seperti hobi, ketrampilan, soft skill, dan lain-lain. Akibatnya, setelah dia lulus dia merasa gamang, merasa takut terjun ke dunia nyata, yaitu masyarakat. Bahkan yang lebih mengenaskan lagi, dia sendiri tidak tahu apa yang dia inginkan di dalam hidup ini.
Saya sering menemukan mahasiswa yang hanya berkutat dengan urusan kuliah semata. Obsesinya adalah memperoleh nilai tinggi untuk semua mata kuliah. Dia tidak tertarik ikut kegiatan kemahasiswaan, baik di himpunan maupun di Unit Kegiatan Mahasiswa. Baginya hanya kuliah, kuliah, dan kuliah. Memang betul dia sangat rajin, selalu mengerjakan PR dan tugas dengan gemilang. Memang akhirnya IPK-nya tinggi, lulus cum-laude pula. Tidak ada yang salah dengan obsesinya mengejar nilai tinggi, sebab semua mahasiswa seharusnya seperti itu, yaitu mengejar nilai terbaik untuk setiap kuliah. Namun, untuk hidup di dunia nyata seorang mahasiswa tidak bisa hanya berbekal nilai kuliah, namun dia juga memerlukan ketrampilan hidup semacam soft skill yang hanya didapatkan dari pengembangan diri dalam bidang non-akademis.
Nah, kalau mahasiswa hanya berat dalam hard skill dan tidak membekali dirinya dengan ketrampilan hidup, bagaimana nanti dia siap menghadapi kehidupan dunia nyata yang memerlukan ketrampilan berkomunikasi, berdiplomasi, hubungan antar personal, dan lain-lain. Menurut saya, ini pulalah yang menjadi kelemahan alumni ITB yang disatu sisi sangat percaya diri dengan keahliannya, namun lemah dalam hubungan antar personal. Itulah makanya saya sering menyemangati dan menyuruh mahasiswa saya ikut kegiatan di Himpunan mahasiswa dan di Unit-Unit Kegiatan, agar mereka tidak menjadi orang yang kaku, namun menjadi orang yang menyenangkan dan disukai oleh lingkungan tempatnya bekerja dan bertempat tinggal. Orang yang terbaik belum tentu menjadi orang tersukses, sukses dalam hidup itu hal yang lain lagi.
Menurut saya, apa yang dirasakan wisudawan terbaik Amerika itu juga merupakan gambaran sistem pendidikan dasar di negara kita. Anak didik hanya ditargetkan mencapai nilai tinggi dalam pelajaran, karena itu sistem kejar nilai tinggi selalu ditekankan oleh guru-guru dan sekolah. Jangan heran lembaga Bimbel tumbuh subur karena murid dan orangtua membutuhkannya agar anak-anak mereka menjadi juara dan terbaik di sekolahnya. Belajar hanya untuk mengejar nilai semata, sementara kreativitas dan soft skill yang penting untuk bekal kehidupan terabaikan. Sistem pendidikan seperti ini membuat anak didik tumbuh menjadi anak “penurut” ketimbang anak kreatif.
Baiklah, pada bagian akhir tulisan ini saya kutipkan teks asli (dalam Bahasa Inggris) Erica Goldson di atas agar kita memahami pidato lengkapnya. Teks asli pidatonya dapat ditemukan di dalam laman web ini: Valedictorian Speaks Out Against Schooling in Graduation Speech .


Valedictorian Speaks Out Against Schooling in Graduation Speech
by Erica Goldson
Here I stand
There is a story of a young, but earnest Zen student who approached his teacher, and asked the Master, “If I work very hard and diligently, how long will it take for me to find Zen? The Master thought about this, then replied, “Ten years.” The student then said, “But what if I work very, very hard and really apply myself to learn fast – How long then?” Replied the Master, “Well, twenty years.” “But, if I really, really work at it, how long then?” asked the student. “Thirty years,” replied the Master. “But, I do not understand,” said the disappointed student. “At each time that I say I will work harder, you say it will take me longer. Why do you say that?” Replied the Master, “When you have one eye on the goal, you only have one eye on the path.”
This is the dilemma I’ve faced within the American education system. We are so focused on a goal, whether it be passing a test, or graduating as first in the class. However, in this way, we do not really learn. We do whatever it takes to achieve our original objective.
Some of you may be thinking, “Well, if you pass a test, or become valedictorian, didn’t you learn something? Well, yes, you learned something, but not all that you could have. Perhaps, you only learned how to memorize names, places, and dates to later on forget in order to clear your mind for the next test. School is not all that it can be. Right now, it is a place for most people to determine that their goal is to get out as soon as possible.
I am now accomplishing that goal. I am graduating. I should look at this as a positive experience, especially being at the top of my class. However, in retrospect, I cannot say that I am any more intelligent than my peers. I can attest that I am only the best at doing what I am told and working the system. Yet, here I stand, and I am supposed to be proud that I have completed this period of indoctrination. I will leave in the fall to go on to the next phase expected of me, in order to receive a paper document that certifies that I am capable of work. But I contend that I am a human being, a thinker, an adventurer – not a worker. A worker is someone who is trapped within repetition – a slave of the system set up before him. But now, I have successfully shown that I was the best slave. I did what I was told to the extreme. While others sat in class and doodled to later become great artists, I sat in class to take notes and become a great test-taker. While others would come to class without their homework done because they were reading about an interest of theirs, I never missed an assignment. While others were creating music and writing lyrics, I decided to do extra credit, even though I never needed it. So, I wonder, why did I even want this position? Sure, I earned it, but what will come of it? When I leave educational institutionalism, will I be successful or forever lost? I have no clue about what I want to do with my life; I have no interests because I saw every subject of study as work, and I excelled at every subject just for the purpose of excelling, not learning. And quite frankly, now I’m scared.
John Taylor Gatto, a retired school teacher and activist critical of compulsory schooling, asserts, “We could encourage the best qualities of youthfulness – curiosity, adventure, resilience, the capacity for surprising insight simply by being more flexible about time, texts, and tests, by introducing kids into truly competent adults, and by giving each student what autonomy he or she needs in order to take a risk every now and then. But we don’t do that.” Between these cinderblock walls, we are all expected to be the same. We are trained to ace every standardized test, and those who deviate and see light through a different lens are worthless to the scheme of public education, and therefore viewed with contempt.
H. L. Mencken wrote in The American Mercury for April 1924 that the aim of public education is not “to fill the young of the species with knowledge and awaken their intelligence. … Nothing could be further from the truth. The aim … is simply to reduce as many individuals as possible to the same safe level, to breed and train a standardized citizenry, to put down dissent and originality. That is its aim in the United States.”
To illustrate this idea, doesn’t it perturb you to learn about the idea of “critical thinking?” Is there really such a thing as “uncritically thinking?” To think is to process information in order to form an opinion. But if we are not critical when processing this information, are we really thinking? Or are we mindlessly accepting other opinions as truth?
This was happening to me, and if it wasn’t for the rare occurrence of an avant-garde tenth grade English teacher, Donna Bryan, who allowed me to open my mind and ask questions before accepting textbook doctrine, I would have been doomed. I am now enlightened, but my mind still feels disabled. I must retrain myself and constantly remember how insane this ostensibly sane place really is.
And now here I am in a world guided by fear, a world suppressing the uniqueness that lies inside each of us, a world where we can either acquiesce to the inhuman nonsense of corporatism and materialism or insist on change. We are not enlivened by an educational system that clandestinely sets us up for jobs that could be automated, for work that need not be done, for enslavement without fervency for meaningful achievement. We have no choices in life when money is our motivational force. Our motivational force ought to be passion, but this is lost from the moment we step into a system that trains us, rather than inspires us.
We are more than robotic bookshelves, conditioned to blurt out facts we were taught in school. We are all very special, every human on this planet is so special, so aren’t we all deserving of something better, of using our minds for innovation, rather than memorization, for creativity, rather than futile activity, for rumination rather than stagnation? We are not here to get a degree, to then get a job, so we can consume industry-approved placation after placation. There is more, and more still.
The saddest part is that the majority of students don’t have the opportunity to reflect as I did. The majority of students are put through the same brainwashing techniques in order to create a complacent labor force working in the interests of large corporations and secretive government, and worst of all, they are completely unaware of it. I will never be able to turn back these 18 years. I can’t run away to another country with an education system meant to enlighten rather than condition. This part of my life is over, and I want to make sure that no other child will have his or her potential suppressed by powers meant to exploit and control. We are human beings. We are thinkers, dreamers, explorers, artists, writers, engineers. We are anything we want to be – but only if we have an educational system that supports us rather than holds us down. A tree can grow, but only if its roots are given a healthy foundation.
For those of you out there that must continue to sit in desks and yield to the authoritarian ideologies of instructors, do not be disheartened. You still have the opportunity to stand up, ask questions, be critical, and create your own perspective. Demand a setting that will provide you with intellectual capabilities that allow you to expand your mind instead of directing it. Demand that you be interested in class. Demand that the excuse, “You have to learn this for the test” is not good enough for you. Education is an excellent tool, if used properly, but focus more on learning rather than getting good grades.
For those of you that work within the system that I am condemning, I do not mean to insult; I intend to motivate. You have the power to change the incompetencies of this system. I know that you did not become a teacher or administrator to see your students bored. You cannot accept the authority of the governing bodies that tell you what to teach, how to teach it, and that you will be punished if you do not comply. Our potential is at stake.
For those of you that are now leaving this establishment, I say, do not forget what went on in these classrooms. Do not abandon those that come after you. We are the new future and we are not going to let tradition stand. We will break down the walls of corruption to let a garden of knowledge grow throughout America. Once educated properly, we will have the power to do anything, and best of all, we will only use that power for good, for we will be cultivated and wise. We will not accept anything at face value. We will ask questions, and we will demand truth.
So, here I stand. I am not standing here as valedictorian by myself. I was molded by my environment, by all of my peers who are sitting here watching me. I couldn’t have accomplished this without all of you. It was all of you who truly made me the person I am today. It was all of you who were my competition, yet my backbone. In that way, we are all valedictorians.
I am now supposed to say farewell to this institution, those who maintain it, and those who stand with me and behind me, but I hope this farewell is more of a “see you later” when we are all working together to rear a pedagogic movement. But first, let’s go get those pieces of paper that tell us that we’re smart enough to do so!

~~~~~~~~~~
Pidato Erica tersebut juga dimuat di blog America dan mendapat tanggapan luas oleh publik di sana. Silakan baca di sini: http://americaviaerica.blogspot.com/2010/07/coxsackie-athens-valedictorian-speech.html

source : http://rinaldimunir.wordpress.com

Senin, 29 Juli 2013

My Lovely Family ^^


Daylight- Maroon 5

Here I am waiting, I'll have to leave soon 
Why am I holding on?
 We knew this day would come, we knew it all along
 How did it come so fast?

This is our last night but it's late 
And I'm trying not to sleep 
Cause I know, when I wake, I will have to slip away

And when the daylight comes I'll have to go 
But tonight I'm gonna hold you so close
 Cause in the daylight we'll be on our own 
But tonight I need to hold you so close

Oh-woah, oh-woah, oh-woah 
Oh-woah, oh-woah, oh-woah

Here I am staring at your perfectionIn my arms, so beautiful 
The sky is getting bright, the stars are burning out 
Somebody slow it down

This is way too hard, cause I know 
When the sun comes up, I will leave 
This is my latest glance that will soon be memory

And when the daylight comes I'll have to go 
But tonight I'm gonna hold you so close
 Cause in the daylight we'll be on our own 
But tonight I need to hold you so close

Oh-woah, oh-woah, oh-woah 
Oh-woah, oh-woah, oh-woah

I never wanted to stop because I don't wanna start all over, start all over, 
I was afraid of the dark but now it's all that I want, all that I want, all that I want

And when the daylight comes I'll have to go
 But tonight I'm gonna hold you so close 
Cause in the daylight we'll be on our own 
But tonight I need to hold you so close

And when the daylight comes I'll have to go 
But tonight I'm gonna hold you so close 
Cause in the daylight we'll be on our own
 But tonight I need to hold you so close

Oh-woah, oh-woah, oh-woah 
Oh-woah, oh-woah, oh-woah
 Oh-woah (yeah), oh-woah (yeah), oh-woah (yeah) 
Oh-woah (yeah), oh-woah (yeah), oh-woah! 

Secercah Pemikiran


Setelah, sekian lama saya tidak menyentuh blog akhirnya Allah SWT di bulan Ramadan ini memberi saya hidayah (cieleh !). Sebenarnya banyak hal yang terbesit dalam pikiran yang ingin saya ungkapkan dalam sebuah tulisan tapi entah mengapa keinginan saya itu kalah oleh hal yang sebenarnya tidak terlalu menarik. Sudahlah, lupakan sebenarnya saya tau kenapa saya nggak mau nulis lagi ini semua akibat dari perbuatan almarhum komputer lama saya yang menghilangkan banyak sekali tulisan saya dan tugas - tugas saya , sejak itulah saya pundung nulis "-_-". Tapi lupakan semoga amal dan ibadah komputer saya diterima di sisi-Nya . Aamiin .

Ya,sudah kita lanjutkan dari pada nanti saya curhat kepanjangan dan melebar ke yang lain , kayak kemaren pas saya lagi . Eh ! tuh kan mulai curhat lagi maaf hehe.

Di tulisan ini yang setelah lama saya tidak pernah menulis saya ingin berbagi sedikit tentang pikiran saya terhadap dunia yang saya lihat selama 18 tahun 2 bulan hidup. Ya, memang umur saya masih terbilang sangat muda sekali (maunya) untuk memikirkan hal hal semacam ini tapi sebagai manusia yang berfikir juga makan (?) saya juga terkadang memperhatikan setiap kejadian dalam hidup saya baik kecil ataupun besar. Selama hidup ini banyak hal yang saya alami mau itu kejadian buruk ataupun kejadian baik. Jika saya tuliskan mungkin halaman blogger yang saya tulis ini tidak akan pernah cukup untuk menampung semua cerita hidup yang sudah saya jalani (wiiih !).

Terkadang jika saya sedang merenung tentang hidup (baca:galau) banyak hal terlintas di benak saya. Mulai dari : Siapa saya ? Apa yang membuat saya disini ? Kenapa saya harus ada ? dan banyak lagi. Dan sering juga saya memikirkan tentang semua hal yang saya lakukan selama ini di dunia jika dipikir-pikir kata surga adalah suatu hal yang mustahil saya dapat jika melihat semua perbuatan yang saya lakukan selama saya hidup. Untuk melakukan kewajiban saya sebagai muslimah pun saya masih ragu untuk melakukannya padahal banyak sekali orang yang memberi saran sampai memperingati saya tentang azab yang saya terima jika saya tidak melakukan kewajiban itu. Ada hal yang saya yakini selama ini "Setiap perbuatan dari manusia pasti mempunyai alasan baik itu jelas atau pun tidak" selama mereka meyakini hal yg mereka lakukan itu untuk suatu hal yg mereka anggap berharga menurut saya sangat egois seseorang menentukan alasan setiap orang dalam melakukan suatu perbuatan.

Terpikir dari hal itu lah saya merenung tentang satu hal . Sesuatu yang tercipta di dunia ini ada karena alasan dan memang sudah dituliskan oleh Yang Maha Kuasa. Allah tidak pernah menciptakan sesuatu yang sia-sia ataupun tidak terstruktur. Dia adalah Maha Sempurna. Seperti hidup yang saya jalani selama ini. Saya lahir memang sudah ditentukan oleh siapa ortu saya ,dimana saya lahir,kapan saya lahir, dsb.Ketika saya mulai melihat kehidupan pun seperti sudah ada yang mengatur bagaimana saya hidup di keluarga yang akan membentuk diri saya ke depan.

Memang banyak hal yang terkadang tidak sesuai dengan keinginan hati saya sebagai manusia. Baik itu kesalahan, kegagalan, rasa kecewa, tidak puas , dll. Tapi menurut saya memang itulah yang seharusnya terjadi di kehidupan saya. Setiap rasa sakit yang saya dapat membawa sifat baru dalam diri saya agar saya berubah. Setiap kegagalan yang saya dapat seolah sudah terstruktur untuk kehidupan ke depan saya agar lebih baik. Ya, saya juga tidak senaif itu sih, terkadang ketika datang kekecewaan atau kegagalan salam hidup saya langsung menyalahkan Tuhan ataupun mengutuk diri sendiri karena telah melakukan hal yang tidak saya anggap baik. Tapi satu hal yang menurut saya penting setelah saya melakukan itu semua adalah memaafkan diri saya sendiri. Kenapa harus ? Karena jika saya nggak memaafkan diri saya sendiri siapa lagi yang mau memaafkan ? Dengan memaafkan diri saya sendiri setidaknya satu beban akibat kegagalan saya sedikit terobati. Bagaimana beban oranglain akibat kegagalan saya ? Nah, jawabannya ada di pikiran saya dan diri saya sendiri yang sudah berdamai. Bukankah jiwa yg tenang lebih cepat menyelesaikan masalah daripada yang risau kacau karena kecewa berkelajutan (wuihh !).

Tulisan ini dibuat bukan untuk menggurui siapa pun atau apa pun (?) yang membaca, karena saya pun tidak suka jika saya digurui. Tulisan ini sekedar saya ingin berbagi pikiran dengan kalian semua. Dan yang paling penting hidup juga harus Semangat dan pantang disconnect (?) ! and the last, maafkan ya jika ada salah salah kata maklum buat tulisan ini malem malem jadi rada ngantuk gimana gitu hehe (curhat lagi) Ya udah dulu yah. Bye bye kiss bye ^^



Kamis, 10 November 2011

Hewan paling rakus

10 Hewan Paling Rakus Di Dunia

1. Hiu Macan

Hewan buas satu ini akan memakan apapun yang ada di depannya, mulai dari sepatu, piringan hingga pecahan perlengkapan perang pernah ditemukan di perutnya. Kadang kala juga dia menggigit sesuatu yang mustahil dia bisa kunyah. Kerakusan hiu macan ini bahkan telah dimulai sebelum mereka terlahir ke dunia bawah laut. Di dalam perut ibunya, mereka saling lahap satu sama lain.

2. Babi

Hewan ini sangat rakus, walaupun perutnya sangat kecil. Satu fakta tentang babi ini, hewan ini suka tidur di atas kotorannya sendiri, sehingga badannya penuh dengan kotorannya.

3. Burung pemakan bangkai

Burung satu ini merupakan karnivora tingkat satu. Makanan mereka adalah daging, hanya daging dan cuma daging walaupun daging itu terhidang "setengah matang" maupun udah membusuk. Mereka akan melahap bangkai binatang sebanyak mungkin, secepat mungkin, sampai-sampai berat mereka menjadi 20 % lebih berat setelah makan.

4. Tasmanian Devil

Hewan asli Australia ini dapat melahap makanan sebanyak 40% berat tubuhnya hanya dalam tempo 30 menit. Mungkin terdengar biasa aja, tapi mari kita bandingkan dengan manusia, maka itu sama saja dengan kita melahap 216 hamburger dalam tempo yang sama.

5. Kelelawar Vampir

Hewan "imut" ini besarnya hanya seperti jempol orang dewasa, tapi gigi tajamnya bisa menyobek pembuluh darah dan menghisap darah kita, sebanyak 5 sendok teh sekali gigit. Hewan ini sebelum menyedot darah, dia akan "mengencingi" korbannya terlebih dahulu.

6. Ular Piton

Hewan tak berkaki ini bisa menelan makanan yang bahkan lebih besar daripada kepalanya sendiri. Karena memiliki sistem pencernaan yang lamban, maka piton membutuhkan waktu yang lama untuk makan lagi, kira-kira dalam beberapa hari bahkan bulan.

7. Kodok Mulut Lebar Argentina

Juga dikenal sebagai kodok bertanduk, Argentinean wide-mouthed frog ini sangat tidak gentar maupun takut saat menyambangi makanannya. Hewan ini makan apa aja seperti tikus, kadal kecil dan ular. Bahkan saking rakusnya, perutnya bisa robek karena kekenyangan.

8. Burung Kolibri

Hewan ini membutuhkan makanan setiap 10 menit sekali. Dengan sayap yang berkepak sebanyak 200 kali tiap menit dan jantung yang berdetak 1200 kali tiap menitnya, kolibri akan membakar 14.000 kalori, sama dengan kalori yang dibutuhkan manusia untuk berlari marathon.

9. Paus Biru

Dengan berat 200 ton dan panjang 100 kaki, paus biru bukan hanya hewan terbesar di planet bumi, mungkin hewan terbesar yang pernah ada. Makanannya adalah krill (invertebrata kecil mirip udang yang panjangnya 1 inchi), sebanyak 40 juta krill per hari.

10. Ulat

Ulat ini mungkin yang terkecil di antara 10 hewan lainnya. Dia dikenal sebagai "eating machine". Selama menjadi ulat, dia akan memakan dedaunan dengan amat sangat rakus. Membesar 1000 kali hanya dalam 2 bulan. Persiapan sebelum "berinkarnasi" menjadi kupu-kupu yang indah.

source: terselubung.blogspot.com

Rabu, 12 Oktober 2011

Inilah Motivasi Hidup Sesungguhnya

Motivasi hidup akan mempengaruhi hidup Anda. Banyak orang yang masih belum memahami apa yang menjadi motivasi hidup atau baru memahami sebagian dari motivasi hidup sebenarnya. Pemahaman yang kurang atau parsial tentu akan mempengaruhi kualitas kehidupan kita.

Apa definisi motivasi hidup? Kita lihat dulu definisi motivasi. Motivasi pada dasarnya adalah alasan atau dorongan untuk bertindak. Maka motivasi hidup bisa diartikan alasan atau dorongan untuk hidup.

Mengapa Kita Hidup?

Dari sini akan membawa kepada sebuah pertanyaan besar, mengapa kita hidup? Mengapa kita ada di dunia ini? Siapa saya? Banyak orang yang berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. Namun mereka tidak akan menemukan jawabannya atau menemukan jawaban yang salah selama mereka mencari dari sumber yang salah.
Seharusnya, jika kita bertanya mengapa kita hidup, kita harus bertanya kepada Yang Menghidupkan kita. Tiada lain adalah Allah SWT. Dan, Allah SWT sudah menjawab pertanyaan kita ini dan dituliskan dalam kitab suci kita Al Qur’an.
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS. Ad Dzariat:56)
Jadi ibadahlah yang menjadi motivasi hidup sejati kita. Hidup kita tiada lain hanya untuk beribadah kepada Allah. Segala gerak gerik kita, pemikiran kita, dan ucapan kita harus dalam rangka beribadah kepada Allah.
Tentu saja, pemahaman ibadah disini adalah ibadah secara integral. Bukan hanya ibadah ritual saja, tetapi ibadah secara kesuluruhan. Artinya semua aspek kehidupan yang kita jalani harus dalam rangka ibadah.

Inilah Motivasi Hidup Sejati

Jika ibadah sudah menjadi motivasi hidup kita, inilah yang perlu kita lakukan:

Motivasi Hidup: Ibadah Driven Action

Artinya semua tindakan kita digerakan dalam rangka ibadah kepada Allah. Ibadah adalah penggerak, ibadah adalah motivasi. Tidak ada yang kita lakukan kecuali hanya untuk beribadah kepada Allah. Bukan untuk yang lain.
Pertama: Jadikan, semua yang kita lakukan saat ini menjadi bernilai ibadah. Tapi hati-hati, ada berbagai tindakan yang tidak bisa diubah menjadi ibadah yaitu tindakan yang nyata-nyata perbuatan maksiat. Untuk tindakan maksiat, harus dihentikan dan diganti dengan ibadah. Untuk mengganti tindakan “biasa” menjadi tindakan ibadah ialah dengan dua cara:
  1. Niatkan sebagai ibadah
  2. Lakukan dengan cara yang sesuai syariat
Kedua: Ketahui apa saja ibadah yang harus kita lakukan dan lakukanlah sebisa mungkin. Ketahuilah apa yang dilarang dan jangan lakukan.
Mudah-mudahan kita semua menjadi pribadi yang hidup dengan motivasi hidup sejati ini. Inilah moto hidup kita: Hayatuna kuluha ibadah = hidup kita seluruhnya adalah ibadah.

Memahami Makna Ibadah

Ibadah artinya tunduk dan patuh secara total kepada Allah. Bukan hanya tunduk secara ritual melainkan juga tunduk secara sosial. Sayangnya makna ibadah ini selalu dipersempit kepada wilayah ritual saja. Mana yang lebih penting? Keduanya!
Jangan karena rajin melakukan ibadah ritual, maka ibadah muamalah ditinggalkan. Atau sebaliknya, karena sibuk ibadah muamalah (berdagang) maka dia meninggal ibadah ritual yang justru sebagai pokok ibadah, yaitu shalat.
Ibadah juga tidak hanya yang disebutkan dalam rukun Islam saja. Itu adalah rukun, tetapi masih banyak ibadah-ibadah yang harus dan bisa kita lakukan. Silahkan buka al Quran dan hadits, setiap kita menjalankan perintah itu adalah ibadah. Setiap kita meninggalkan apa yang dilarang, itu juga ibadah.
Dakwah juga ibadah. Bukan tugas ajengan, kiai, ustadz, mubaligh, atau ulaman saja. Tetapi tugas semua orang Muslim. Artinya Anda pun memikul kewajiban untuk berdakwah. Begitu juga, berdakwah itu bukan hanya ceramah saja. Ceramah adalah bagian dakwah, tetapi masih ada bentuk-bentuk dakwah lainnya.
Agar Anda lebih sempurna dalam ibadah, maka kita harus terus-menerus meningkatkan ilmu tentang agama agar kita mengetahui apa saja ibadah yang bisa dan harus dilakukan oleh kita. Kemauan kita mempelajari agama adalah ciri seseorang yang memahami makna motivasi hidup sejati.
Silahkan renungkan, sejauh mana Anda mau mempelajari agama. Memahami apa saja yang diperintahkan dan apa saja yang dilarang. Sejauh mana Anda membaca hadits dan Al Quran? Sejauh mana Anda belajar tata cara ibadah dan hukum Islam kepada para ahlinya?
Motivasi hidup juga bukanlah agar kita berguna untuk sesama. Tidak, bukan itu. Berguna bagi sesama bukanlah motivasi hidup sejati, kecuali diiringi dengan niat karena Allah. Jika niat karena Allah, maka berguna bagi sesama adalah bagian dari ibadah yang tentu saja ada aturannya dalam Islam. Artinya, jika Anda ingin berguna bagi sesama, setelah niat, Anda harus melakukannya sesuai dengan tuntunan Al Quran dan hadits. Karena itu syarat ibadah, niat dan syar’i.
Tidak, tidak ada motivasi hidup yang lain. Hanya untuk beribadah kepada Allah. Bukan untuk kesenangan, bukan untuk popularitas, bukan juga untuk harta dan kekayaan. Inilah motivasi hidup hakiki.
source:http://www.motivasi-islami.com/motivasi-hidup-sejati/